TUGAS TERSTRUKTUR SENI BUDAYA
DESKRIPSI GREBEK MAULUD GAMELAN KYAI GUNTUR
MADU KERATON SURAKARTATAHUN 2013
anda dapat download file lengkapnya disini
anda dapat download file lengkapnya disini
Disusun oleh :
Nama : DANANG SETIAWAN
No : 07
Kelas : X.2
SMA
NEGERI 1 SUKOHARJO
Tahun Pelajaran 2012/2013
A. PENDAHULUAN
Melestarikan upacara tradisional yang memiliki nilai
sejarah dan kebudayaan dimana mencerminkan semangat dan nilai-nilai luhur
bangsa, merupakan kegiatan yang diupayakan secara terus menerus diselenggarakan
dalam rangka menegakkan dan memperkaya kebudayaan nasional serta menegakkan
identitas dan integritas Bangsa Indonesia.
Upacara Tradisional Sekaten sebagai upacara tradisional
keagamaan Islam, mengobarkan semangat perjuangan mengembangkan agama dan
memiliki nilai-nilai luhur dalam membentuk akhlak dan budi pekerti bangsa serta
mempunyai alur yang jelas, telah menjadi salah satu upacara tradisional resmi
dari Kraton Surakarta Hadiningrat dan diselenggarakan setiap tahun dalam rangka
memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW. Upacara tradisional keagamaan Sekaten
di Surakarta diikuti oleh pesta rakyat tradisional yang cukup besar dan meriah.
B. DESKRIPSI GREBEK MAULUD GAMELAN KYAI GUNTUR MADU KERATON SURAKARTA TAHUN 2013
A.
SEJARAH SEKATEN DAN GAMELAN

Sekaten
berasal dari kata dalam bahasa arab Syahadatain yang berarti dua kalimat
syahadat. Yaitu dua kalimat yang menandakan seseorang masuk Islam dengan
mengakui dan meyakini bahwa tidak ada Tuhan selain Allah SWT dan Muhammad SAW
sebagai Rosulnya (Asyhadu allaa Illaaha Ilallah wa Asyhadu anna
Muhammaddarrasulullah). Oleh lidah orang Jawa, Syahadatain diucapkan menjadi
sekaten. Menurut sejarahnya seperti di sini, acara Sekaten tersebut dahulu
didesain oleh Wali Songo untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW sekaligus
sebagai media mengajarkan Agama Islam.
Sekaten pertama kali dimulai sejak masa kerajaan
Islam pertama di Jawa, yaitu kerajaan Demak dan turun temurun sampai era
kerajaan Surakarta dan Jogjakarta sekarang. Asal muasalnya dahulu awal-awal
berdirinya kerajaan Islam Demak Bintoro, Raja Demak pertama yaitu Raden Patah
mengadakan pertemuan dengan wali songo yang terdiri dari Sunan Ampel, Sunan
Gresik, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Kudus, Sunan Muria, Sunan Kalijaga,
Sunan Drajat, dan Sunan Gunung Jati untuk membahas cara menyiarkan Islam di
Jawa. Saat itu Sunan Kalijaga mengusulkan cara penyiaran agama Islam dengan
membiarkan dilaksanakannya adat atau tata cara masyarakat yang saat itu
beragama Hindu tetapi dimasuki dan diganti tujuananya sesuai dengan ajaran
Islam.
Misalnya acara Semedi diganti dengan acara Sholat,
acara sesaji diganti dengan acara zakat fitrah, dan acara keramaian untuk dewa
diganti dengan acara perayaan hari raya Islam. Untuk perayaan Hari Raya Islam,
karena saat itu orang Jawa suka Gamelan, maka pada Hari Raya Islam untuk
memperingati hari lahirnya Nabi Muhammad SAW di sekitar masjid diusulkan
dibunyikan gamelan agar orang-orang tertarik untuk datang. Nantinya jika
orang-orang sudah datang dan berkumpul, kemudian diberi pelajaran tentang agama
Islam. Usul tersebut kemudian disetujui oleh para wali dan segera dilaksanakan.
Pada hari lahir Nabi Muhammad SAW yaitu tanggal 12 Maulud penanggalan Jawa atau
12 rabi’ul awal penanggalan Islam di sekitar masjid ditabuhlah Gamelan. Benar
juga, ternyata banyak orang yang berduyun-duyun datang ke masjid untuk
mendengarkan bunyi gamelan. Saat itu di sela-selanya Gamelan ditabuh, para wali
bergantian berdakwah mengajarkan agama Islam ke orang-orang yang datang
tersebut. Saat ini rangkaian acara sekaten menjadi acara budaya, pariwisata dan
sekaligus acara bisnis masyarakat yang dikemas menjadi acara Grebeg Sekaten
atau Grebeg Maulud (karena diadakan di bulan Mulud, tahun Jawa).
Rangkaian acaranya untuk Solo adalah sebagai berikut
:
1. Tabuhan Gamelan Pusaka Kyai Guntur Madu dan
Kyai Guntur Sari. Acara ini diadakan pada tanggal 5 Mulud yang dimulai dengan
memindahkan sepasang gamelan tersebut dari keraton ke bangsal Masjid Agung Solo
yang selanjutnya ditabuh secara bergantian. Acara ini sekaligus sebagai acara
penanda pembuka Grebeg Maulid. Sepasang gamelan tersebut terus ditabuh
bergantian hingga menjelang pelaksanaan Grebeg Gunungan Sekaten sekitar tujuh
hari kemudian.
2. Jamasan Meriam Pusaka Kyai Setomi.
Membersihkan meriam pusaka kraton yang terletak di Bangsal Witono, sitihinggil
utara Keraton Kasunanan Surakarta. Acara ini dilakukan dua hari sebelum Grebeg
Gunungan Sekaten.
3. Pengembalian Gamelan
Pusaka ke dalam Keraton. Pagi hari pada hari puncak sekaten sebelum pemberian
sedekah Raja, para abdi dalem keraton mengembalikan gamelan ke Kraton kembali.
Gamelan Kyai Guntur Madu langsung dimasukkan ke dalam ruang pusaka, sedangkan
Kyai Guntur Sari dibawa ke depan Sasana Sewaka dan ditabuh kembali untuk
mengiringi Hajad Dalem Gunungan Sekaten ke Masjid Agung.
4. Pemberian sedekah Raja berupa gunungan di
Masjid Agung. Acara puncak Grebeg Maulid adalah tepat pada hari kelahiran Nabi
Muhammad SAW yaitu tanggal 12 mulud pada penanggalan jawa atau 12 rabi’ul awal
pada penanggalan islam. Pada hari tersebut Raja memberikan sedekah kepada
rakyatnya berupa makanan tradisional dan hasil bumi yang disusun dalam bentuk
sepasang gunungan, yaitu gunungan jaler (laki-laki) dan gunungan estri
(perempuan). Gunungan ini diarak menuju Masjid Agung oleh seluruh sentana, abdi
dalem, dan para prajurit dan kemudian didoakan oleh ulama Keraton di Masjid
Agung Solo. Setelah didoakan, kemudian gunungan tersebut dibagikan kepada
seluruh warga. Biasanya warga langsung berebutan mengambil bermacam-macam hasil
bumi tersebut.

Ketika tampuk kekuasaan dari Demak Bintoro berpindah ke
Pajang Hadiningrat, Gamelan Sekaten sebagai pusaka kerajaan juga ikut berpindah
tangan. Peralihan zaman dari Demak ke Pajang ini juga
menghentikan pelaksanaan tradisi sekaten, karena situasi perang dan kekacauan.
Tidak ditemukan catatan mengenai sekaten di zaman Sultan Hadiwijaya, yang naik
tahta di Pajang pada tahun 1550 Masehi. Namun dimungkinkan adanya gelar tradisi
sekaten itu di Pajang, karena masa pemerintahan Pajang yang gemah ripah loh
jinawi, selama kurang lebih 40-an tahun.
Di penghujung masa kejayaan Pajang, tlatah Mataram
Hadiningrat didirikan oleh Ki Ageng Pemanahan pada 1586 Masehi. Terletak di
pinggiran Kali Opak yang disebut alas (hutan) Mentaok. Tlatah ini adalah
pemberian Sultan Hadiwijaya atas keberhasilan Pemanahan membunuh Arya
Penangsang. Pada tahun-tahun selanjutnya, pamor Pajang mulai surut. Sebaliknya,
Mataram Hadiningrat perlahan pamornya mencorong ke seantero Nusantara.
Panembahan Senopati yang getol melebarkan sayap hingga ke
tlatah Jawa Timur, telah menyebabkan situasi di Jawa Tengah kembali panas.
Beberapa intrik dan peperangan kecil antara Mataram dan Pajang banyak tertulis
dalam babad dan kronik-kronik Mataram. Sebuah upaya gempuran Pajang terhadap
Mataram, disebutkan kandas di tengah perjalanan karena letusan Gunung Merapi.
Sultan Hadiwijaya wafat karena sakit, akibat terjatuh dari Gajah tunggangannya
pada peristiwa itu.
Dengan wafatnya Sultan Hadiwijaya yang menurut DR Purwadi
MHum terjadi pada sekitar tahun 1587 M, muncul berbagai intrik perebutan
kekuasaan. Ontran-ontran itu mereda ketika Pangeran Benowo, putra sulung
Hadiwijaya meminta bantuan Panembahan Senopati untuk menggempur Pajang yang
ketika itu dikuasai oleh Harya Pangiri. Pajang akhirnya runtuh. Namun, Benowo
menyerahkan kendali kekuasaan kepada Panembahan Senopati. Dengan demikian,
berakhirlah riwayat Pajang, dan kejayaan Islam diteruskan oleh Mataram
Hadiningrat.
Gamelan
Sekaten Dibagi Dua
Berbagai peristiwa sejarah kerajaan-kerajaan besar pewaris
jagat Nusantara, tentu saja berdampak pada sekian banyak tradisi yang ada.
Sekaten sebagai tradisi warisan leluhur, dari zaman ke zaman juga berubah. Di
tengah perkembangan itu, terselip banyak misteri. Salah satunya Gamelan
Sekaten, yang berasal dari warisan Brawjaya V dan Sunan Kalijaga.
Gamelan Sekaten sebagai pusaka kerajaan, ikut berpindah
tangan mengikuti siapa yang berkuasa. Sejak Majapahit, Demak, Pajang dan
Mataram, sebanyak itulah Gamelan Sekaten berpindah tangan. Namun, perjalanan
sejarah belum berakhir. Pasalnya, Mataram Hadiningrat sendiri kemudian juga
pecah menjadi dua, pada tahun 1755 Masehi melalui perjanjian Giyanti.
Harta kekayaan termasuk Gamelan Sekaten itu kemudian dibagi
dua. Namun, tidak bisa dipastikan manakah dari kedua kerajaan pecahan Mataram
Hadiningrat itu yang mendapat Gong Kiai Sekar Delima warisan Brawijaya V dan
Gong Kiai Sekati warisan Sunan Kalijaga. Hasil penelitian sejarah sekaten yang
dilakukan Depdikbud tahun 1991-1992 hanya menyebut, karena Gamelan Sekaten
harus sepasang, masing-masing kerajaan pecahan Mataram Hadiningrat (Solo dan
Jogja) membuat Gong baru sebagai pasangannya.
Di Kasultanan Yogyakarta, sepasang Gamelan Sekaten itu oleh
Sultan HB I diubah namanya menjadi Kiai Guntur Madu dan Kiai Nogowilogo. Di
Kasunanan Surakarta, Gamelan Sekaten diubah namanya menjadi Gong Kiai Guntur
Madu dan Kiai Guntur Sari. Diduga kuat, dua nama yang sama, Kiai Guntur Madu,
merupakan tanda kedua Gong inilah yang asli dari zaman Majapahit
B.
SUASANA GREBEG MAULUD KERATON SURAKARTA TAHUN 2013
Saat siswa kelas X.2 pergi ke acara
Grebek Maulud pada tanggal 21 Januari 2013, saat itu kondisinya sangat ramai. Lautan
manusia baik tua-muda, kecil-dewasa, memenuhi jalan dan tempat diadakannya
Grebek Maulud (Sekaten) sehingga untuk jalan pun sampai sedikit susah. Di
sekaten terdapat pameran keraton di pendopo yang memamerkan foto-foto
dokumentasi keraton dan pernak perniknya sedangkan di alun-alunnya terdapat
stan-stan penjual yang menjual aneka dagangan serta stan arena permainan anak
atau atraksi yang dari dulu sampai sekarang sekilas masih sama. Banyak penjual
martabak, celengan, pasaran, kapal-kapalan othok-othok, pecut, arum manis,
atraksi tong setan, rumah hantu, sirkus
lumba-lumba, komidi putar, dll. Sedangkan di bangsal serambi Masjid Gede Solo,
di sebelah barat alun-alun, terdapat pertunjukan Gamelan.
Gamelan
yang ada di Solo ini salah satunya dahulunya adalah pasangan dari Gamelan yang
ada di Sekaten Jogja. Dulu gamelan tersebut adalah sepasang dan pada awalnya
dulu digunakan oleh wali songo untuk sarana menyebarkan ajaran Agama Islam.
Gamelan tersebut kemudian berpisah karena praktek taktik devide et impera
Belanda yang akhirnya berujung ke perjanjian Giyanti. Jadi sejak adanya
perjanjian Giyanti yang terjadi sekitar tahun 1755 Masehi, kerajaan Mataram
Islam pecah jadi dua kerajaan yaitu Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan
Kasultanan Ngayogyokarto Hadiningrat sehingga seluruh aset keraton Mataram
Islam termasuk sampai ke Gamelan sekaten juga dibagi dua. Karena Gamelannya
dibagi dua, sedangkan sejarah aslinya sepasang maka masing-masing kerajaan
membuatkan pasangan dari gamelan tersebut dan jadilah sepasang gamelan sekaten
yang ada sekarang ini. Gamelan yang di Solo yang asli bernama Kyai Guntur Sari
kemudian dibuatkan pasangannya yaitu Kyai Guntur Madu. Sedangkan Di Jogja yang
asli bernama Kyai Guntur Madu yang dibuatkan pasangannya yaitu Kyai Nagawilogo.
Pada saat disana kami sempat diperkenankan masuk ke
dalam Pendopo Kyai Guntur Madu, dan kami bertanya mengenai Gamelan Kyai Guntur
Madu kepada Bapak K.I Pahang Sunarno
( umur 52 tahun ) yang sudah 35 tahun jadi pengrawit. Gending yang
dimainkan ialah Gending pokok pertama : 1. Gending rambu patet pelog lima 2.
Rangkung pelog patet enem · Pada saat kami berada disana telah selesai
dimainkan Latrang Barang Miring. Di sekaten, gamelan berbeda dengan gamelan pada
umumnya karena terdiri dari demung, saron barong, saron peking, bedhug,
kempyang, gong, racikan bonang. Tidak menggunakan rebab , kethuk, kenong,
suling/ siter. Tumenggung adalah
pemimpin yang bertugas untuk mengatur gamelan pada saat dibunyikan. Kami juga
melihat ada beberapa pengrawit yang berasal dari mahasiswa, dan biasa disebut Nglarak.
Gamelan Kyai Guntur Madu dibunyikan bergantian
dengan Gamelan Kyai Guntur Sari, ketika suara Adzan berkumandang masing-masing
gamelan berhenti berbunyi untuk melaksankan sholat 5 waktu. Jika malam hari,
gamelan akan dimainkan lagi dari jam 20.00-24.00. Para pengrawit umumnya sudah
berumur dan mahir dalam memainkan gamelan sehingga suara yang dihasilkan sangat
merdu dan membawa kesan damai.
C.
HASIL OBSERVASI
HASIL OBSERVASI
1. Hasil Wawancara
Wawancara dilakukan pada hari Senin,
21 Januari 2013 sekitar pukul 15.20 WIB. Narasumber adalah salah satu pengrawit
Gamelan Kyai Guntur Madu dan pewawancara adalah Danang Setiawan (Saya sendiri)
didampingi oleh Agung Adhi N. , dan Gunung G.
Pewawancara :“Permisi
pak.”
Narasumber :”Iya,
ada yang bisa saya bantu?”
Pewawancara :”Kami dari SMA N 1 Sukoharjo
murid dari bapak Sunarko S.Sn
mendapat tugas untuk melakukan wawancara
mengenai gamelan Kyai
Guntur sari.”
Narasumber :”Oh.. boleh silahkan.”
Pewawancara :”Maaf, ini dengan bapak siapa?”
Narasumber :”Saya, K.I Pahang Sunarno.”
Pewawancara :”Apa judul gending yang baru saja dimainkan
ini pak?”
Narasumber :”Yang baru saja ini?”
Pewawancara :”Iya.”
Narasumber :”Gending Ladrang Barang Miring.”
Pewawancara :”Ladrang Ladrang Barang Miring ya?”
Narasumber :”Iya, “
Pewawancara :”Pak, pemain gamelan sekaten ini ada berapa orang ya?”
Narasumber :”Ada 14/15 orang.”
Pewawancara :”Pemain gamelan ini biasanya siapa ya pak?”
Narasumber :”Biasanya dari Abdi dalem keraton.”
Pewawancara :”Pak, pemainnya itu kebanyakan dari mana ya?
Dan apakah ada yang dari warga Negara asing?”
Narasumber :”Pemainnya ini kebanyakan dari Kabupaten
Sukoharjo. Seperti dari Bekonang, Polokarto, dll. Kalau dari luar negeri juga
ada yaitu dari Amerika Serikat yang bernama Mr.Alex”
Pewawancara :”Oh ya, ini tadi gamelan dimainkannya dimulai pukul berapa pak?”
Narasumber :”Tadi pagi dimulai pukul 11 setelah itu waktu bedug Dzuhur
istirahat makan siang, nanti pukul satu dimulai lagi sampai bedug Ashar lalu
istirahat lalu dimulai lagi sampai bedug
Maghrib istirahat sampai Isya’ dan akhirnya dilanjutkan sampai pukul 12 malam.”
Pewawancara :”O.. begitu ya pak!. Pak di gamelan sekaten itu apa ada yang
slendro?”
Narasumber :”Tidak ada,.”
Pewawancara :”Maaf pak, bapak ini umurnya berapa dan telah menjadi pemain
gamelan sekaten berapa lama ya?”
Narasumber :”Saya berumur 52 tahun, saya bermain gamelan sekaten sejak
tahun 1978 – sekarang. Jadi saya telah menjadi pemain ini selama 35 tahun.”
Pewawancar :”Pak ini pertanyaan yang terakhir saya, bagaimana kuncinya agar
dapat bermain gamelan itu pak?”
Narasumber :”Kuncinya itu bermain dari awal , latihan dengan serius dan
dalam bermain gamelan itu juga memakai perasaan.
Pewawancara :”O… begitu ya pak!. Sekiranya sudah dulu pak. Terima kasih atas
pemberian waktunya.”
Narasumber :”Iya., sama-sama dek!”
D.
LAMPIRAN
anda dapat download file lengkapnya disini
Syukur Alhamdulillah di tahun ini Saya mendapatkan Rezeki yg berlimpah sebab sudah hampir 9 Tahun Saya bekerja di (SINGAPORE) tdk pernah menikmati hasil jeripaya saya karna Hutang keluarga Sangatlah banyak namun Akhirnya, saya bisa terlepas dari masalah Hutang Baik di bank maupun sama Majikan saya di Tahun yg penuh berkah ini,
ReplyDeleteDan sekarang saya bisa pulang ke Indonesia dgn membawakan Modal buat Keluarga supaya usaha kami bisa di lanjutkan lagi,dan tak lupa saya ucapkan Terimah kasih banyak kepada MBAH SURYO karna Beliaulah yg tlah memberikan bantuan kepada kami melalui bantuan Nomor Togel jadi sayapun berhasil menang di pemasangan Nomor di SINGAPORE dan menang banyak
Jadi,Bagi Teman yg ada di group ini yg mempunyai masalah silahkan minta bantuan Sama MBAH SURYO dgn cara tlp di Nomor ;082-342-997-888 percaya ataupun tdk itu tergantung sama anda Namun inilah kisa nyata saya